Berita Terbaru :
Home » , , » Mengintip Komunitas Sufi di Yogyakarta

Mengintip Komunitas Sufi di Yogyakarta

Redaksi | Senin, 06 Agustus 2012 | dJogja info

Fenomena menarik  yang  berkembang di masyarakat kontemporer, khususnya di kota-kota besar, termasuk Yogyakarta adalah maraknya  bentuk  wacana  spiritual. Saat ini masyarakat perkotaan semakin haus dengan spiritualitas. Banyak dari mereka yang mengikuti tarekat di komunitas sufi.  Sufisme memang dapat dijadikan satu cara menjaga kesucian  jiwa  di  tengah masyarakat yang kian diserang oleh gejolak pelepasan hasrat tanpa batas.

TAREKAT sendiri artinya adalah jalan, upaya untuk bersungguh dalam mengamalkan Islam, dan menjadi muslim yang baik. Menurut terminologinya, tarekat berasal dari kata ‘thoriqoh’, bentuk jamak dari ‘thoroiq’ yang berarti ‘jalan’, ‘cara’ atau ‘metode’. Jika dipilah dari sudut keilmuan, Islam memiliki beberapa unsur di antaranya, hukum, astronomi, geologi, kelautan, hati, dan lain sebagainya. Ilmu mengenai hati disebut tasawuf, ilmu ini bertujuan untuk melatih hati (qalb) agar dapat menjadi manusia yang mulia. 

Ada 40 tarekat yang disepakati oleh ulama sebagai tarekat yang ‘mu’tabar’ memiliki jalur keilmuan yang bersambung ke Nabi Muhammad SAW. Tarekat Naqshbandi adalah satu di antara tarekat yang mu'tabar. Nama Naqshbandi diambil dari nama pendiri tarekat ini yaitu Syaikh Bahauddin an Naqsbandi Bukhori, seorang alim yang terlahir di desa  Qasrel Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara, Asia Tengah. Jalur keilmuan tarekat ini bersambung kepada Rasulullah melalui sahabat beliau Sayyidina Abu Bakr as Shiddiq RA. 

Tarekat Naqshbandi Haqqani (selanjutnya disebut Haqqani) adalah cabang dari jalur keilmuan Naqsbandi. Setiap tarekat dipimpin oleh Mursyid, yaitu seorang alim yang memegang otoritas untuk membimbing murid. Mursyid Naqshbandi Haqqani adalah Syaikh Muhammad Nadzim al Qubrusi Haqqani QS. Tokoh sufi ini dilahirkan tahun 1922 di Larnaca, Cyprus dan saat ini menetap di Cyprus. 

Murid Syaikh Nadzim tersebar di banyak belahan dunia seperti Inggris, Amerika, Australia, Timur Tengah, Amerika Latin, Asia dan lainnya. Haqqani masuk ke Indonesia pada tahun 1997 melalui kunjungan khalifah (wakil) Syaikh Nadzim yang bernama Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani. Semenjak itu tarekat ini berkembang hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Saat ini tercatat 89 zawiyah (pusat kegiatan tarekat) di Indonesia. Satu di antara tokoh yang menyebarkan tarekat ini adalah Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani, ulama yang lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren di Jombang.

Zawiyah Haqqani Yogyakarta berdiri sejak 2006 lalu atas prakarsa seorang bernama Satrio Nugroho, dan diresmikan oleh Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani. Sebelumnya zawiyah bertempat di kawasan Sardonoharjo, Sleman, dan kemudian pindah ke daerah Maguwoharjo, Sleman di kediaman Muhammad Darul Trimadyanto. Menurut Joko Sulistio, pegiat tarekat ini, Zawiyah merupakan tempat yang digunakan oleh murid-murid untuk berkumpul. Mereka berkumpul dalam sebuah kebersamaan dalam rangka bersungguh menjalani Islam melalui tarekat. 

“Jadi keberadaan zawiyah menjadi hal yang penting, ini juga yang menggerakan hati Pak Satrio untuk menyediakan rumah tinggalnya sebagai zawiyah,” ucap Joko kepada Tribun Jogja beberapa waktu lalu. 

Joko berujar bahwa tidak ada informasi yang valid tentang jumlah persis dari jamaah Haqqani di Yogyakarta. Menurutnya, jamaah tarekat ini berasal dari latar belakang yang sangat beragam, mulai dari ekonomi lemah, kuat, pendidikan formal, tinggi, rendah, yang masih lajang, sudah menikah, orang tua, anak muda, dan sebagainya. 

“Tapi memang yang terbanyak dari kalangan akademisi, mahasiswa dan dosen, sebagaimana terciri dari gelar Yogyakarta kota pendidikan,” tambah pria yang juga aktif sebagai dosen di UII ini.

Karena latar belakangnya yang beragam, maka tujuan para jamaah pun awalnya beragam. “Allah dan Rasul-Nya memanggil kita dengan banyak cara dan sebab, namun setelah berjalan beberapa saat, jamaah memiliki tujuan yang lebih kurang sama, yaitu bersungguh dalam Islam,” jelas Joko.

Setiap Kamis malam, Zawiyah Haqqani Yogyakarta memiliki kegiatan rutin, yaitu berdzikir.  Kemudian setiap Sabtu Legi diadakan pembacaan Maulid Burdah. Secara pribadi, anggota jamaah ini juga aktif bergabung di majelis dzikr dan ta'lim lainnya. Selain itu, Zawiyah Yogyakarta juga pernah menjadi Organizing Commetee Dzikr Akbar bersama dengan Syaikh Hisyam Kabbani dan Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf.  

Joko menjelaskan bahwa jamaah Tarekat Haqqani bukan merupakan ormas, ataupun bentuk organisasi formal lainnya. Menurutnya, sebagaimana Islam itu sendiri yang tidak eksklusif maka, jamaah inipun demikian. 

“Bagi saudara-saudara yang berkenan untuk berusaha menjalani Islam dengan sungguh, dapat bergabung dengan kami pada kegiatan-kegiatan rutin kami seperti, majelis dzikr di Kamis malam atau di Sabtu Legi,” serunya.

Di kota lainnya, zawiyah Haqqani memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Faktor kebiasaan lokal memang cukup mewarnai zawiyah di masing-masing daerah. Di Jakarta, tercatat ada 10 zawiyah yang tersebar. Menurut Joko, Jamaah Haqqani di Jakarta dan Solo menarik banyak jamaah melalui tarian sufi whirling dervish yang dikembangkan ulama sufi Syaikh Jalaludin Rumi. Sedangkan zawiyah yang berada di Jawa Timur akrab dengan tradisi pengajaran khas pondok pesantren tradisional. 

“Keragaman ini patut disyukuri karena merupakan rahmat dari Allah SWT, sebagaimana keragaman yang ada di dunia,” ujarnya kemudian tersenyum. 

Penulis : Riezky Andhika Pradana     ||     Editor : Hanan Wiyoko
Sumber : Tribunjogja.com
Share this post :
Comments
0 Comments

Posting Komentar