Berita Terbaru :
Kebun Emas 250 x 250
Tampilkan postingan dengan label umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label umum. Tampilkan semua postingan

Yogya & Magelang Masih Diselimuti Abu Kelud, Jarak Pandang Tipis

Hujan abu vulkanik pasca-letusan Gunung Kelud di kawasan Magelang sepertinya masih sering terjadi. Terlihat dari tebalnya abu yang menyelimuti. Hal serupa juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Seperti di Magelang, jalanan masih tertutup abu berwarna putih. "Terminal Magelang masih berselimut abu Kelud," begitu info @Kombor di akun TMC Polda Metro @TMCPoldaMetro yang dikutip Liputan6.com, Sabtu (15/2/2014).

Berdasarkan gambar yang diposting akun tersebut, terlihat situasi di Terminal Bus Magelang masih sepi. Dengan jarak pandang yang sedikit terbatas.

Kondisi penuh abu vulkanik Gunung Kelud juga masih terjadi di Stasiun Tugu Yogya pagi ini. Dari foto yang diposting @John_kambang di Twitter milik TMC Polda Metro, terlihat mobil yang diparkir diselimuti abu putih yang cukup tebal. Bahkan sampai pandangan dari dalam kaca mobil tertutup.

Kondisi serupa juga terjadi di Keraton Yogyakarta pagi ini. Pasca-hujan abu vulkanik Gunung Kelud, jarak pandang terlihat sangat sedikit. Terlihat buram.

Gunung Kelud mulai meletus pada Kamis 13 Februari malam, sekitar pukul 22.55 WIB. Letusan berikutnya terjadi pada pukul 23.00 WIB dan 23.23 WIB. Letusan besar terjadi pada pukul 23.29 WIB. Kemudian disusul hujan batu ke Pare, Kediri. (liputan6.com)

Bank Dunia: masyarakat DIY cepat bangkit pascagempa

Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta cepat bangkit dan pulih kehidupannya pascabencana gempa bumi yang melanda daerah itu pada 2006, kata utusan Bank Dunia Syamymahan.

"Hal itu terjadi karena penanganan bencana gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melibatkan berbagai pihak," katanya di Yogyakarta, Rabu.

Selain itu, menurut dia didampingi Koordinator Jogja Reconstruction Fund (JRF) Safrijal Sofyan saat bertemu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, masyarakat DIY termasuk pekerja keras dan mudah diarahkan dalam penanganan gempa.

"Kondisi itu menyebabkan masyarakat termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkena bencana cepat bangkit dalam waktu yang relatif cepat," katanya.

Safrijal mengatakan, tujuan bertemu dengan Sultan itu untuk mohon pamit karena berakhirnya kegiatan penanganan korban bencana baik gempa bumi 2006 maupun erupsi Gunung Merapi 2010.

"Selain itu juga melaporkan kegiatan yang telah dilakukan dan berbagai hal dari pengalaman yang diperoleh di lapangan selama melaksanakan kegiatan penanganan korban bencana," katanya.

Sultan mengatakan, kecepatan dan keberhasilan penanganan korban gempa di DIY merupakan pengalaman yang berharga, sehingga nanti dapat diterapkan atau diimplementasikan dalam penanganan gempa di negara-negara lain agar bermanfaat bagi masyarakat.

Kecepatan dan keberhasilan membangun kembali korban gempa di DIY bersama JRF itu, menurut dia, ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya keseriusan, kebersamaan, dan kedisiplinan baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat yang menjadi korban.

"Tanpa faktor tersebut mustahil penanganan bencana di DIY akan berhasil," katanya.

Mahasiswa Tak Lagi Pilih Beli Buku Pelajaran


YOGYA - Berdasarkan survei biaya hidup mahasiswa di DIY tahun 2012, pembelian buku pelajaran masih terbilang rendah dibanding kebutuhan pokok mahasiswa lainnya. Setiap tahunnya, rata-rata mahasiswa menghabiskan Rp 261 miliar untuk belanja buku pelajaran.

"Artinya belanja buku pelajaran ini hanya menyumbangkan 0,5 persen dari total konsumsi mahasiswa," ujar Ketua Tim Peneliti Pusat Studi Ekonomi, Keuangan, dan Industri LPPM UPN Veteran Yogyakarta, Ardito Bhinadi pada survei biaya hidup mahasiswa di DIY tahun 2012, Selasa (25/9/2012).

Masih rendahnya kebutuhan membeli buku pelajaran di tingkat mahasiswa ini dikarenakan mayoritas mahasiswa memilih belajar melalui netbook atau perangkat iPad-nya. Bahkan  menurutnya jika dulu bangga membawa buku yang tebal, namun saat ini banyak mahasiswa hanya membawa iPad untuk mengakses ebook. "Mahasiswa sekarang sudah kenal IT, sehingga proses pembelajaran semakin maju," terangnya.

Kecanggihan teknologi ini juga ditangkap beberapa dosen dengan menyediakan materi perkuliahan melalui sistem E-Learning. Melalui cara ini, dosen dengan mudah memasukkan materi kuliah untuk dibaca mahasiswa. (*)

Penulis : Gaya Lufityanti     ||     Editor : Theresia Tuti Andayani
Sumber :  Tribunjogja.com

Biaya Hidup Mahasiswa di DIY Relatif murah


YOGYA - Biaya hidup mahasiswa di DIY masih dianggap lebih murah dibanding bersekolah di kota-kota besar lain. Peneliti Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Edi Purnawan mengatakan, rata-rata pengeluaran mahasiswa di DIY mencapai Rp 850 ribu sampai Rp 1,3 juta per bulan.

"Dibandingkan Surabaya, biaya hidup di DIY lebih murah sekitar Rp 150 ribu," ujarnya saat berdiskusi pada pemaparan survei biaya hidup mahasiswa di DIY tahun 2012, pada Selasa (25/9/2012).

Dibandingkan dengan biaya hidup di Bandung, mahasiswa yang bersekolah di DIY juga masih terhitung lebih murah. Karena biaya hidup mahasiswa di Bandung tercatat berkisar Rp 800 ribu sampai Rp 1,6 juta per bulan.

Biaya hidup mahasiswa di Jakarta juga terpantau lebih mahal dibanding biaya hidup di DIY. Di Jakarta, mahasiswa umumnya mengeluarkan Rp 850 ribu sampai Rp 1,95 juta per bulan untuk biaya hidupnya. (*)

Penulis : Gaya Lufityanti     ||     Editor : Theresia Tuti Andayani
Sumber :  Tribunjogja.com

Mengintip Komunitas Sufi di Yogyakarta

Fenomena menarik  yang  berkembang di masyarakat kontemporer, khususnya di kota-kota besar, termasuk Yogyakarta adalah maraknya  bentuk  wacana  spiritual. Saat ini masyarakat perkotaan semakin haus dengan spiritualitas. Banyak dari mereka yang mengikuti tarekat di komunitas sufi.  Sufisme memang dapat dijadikan satu cara menjaga kesucian  jiwa  di  tengah masyarakat yang kian diserang oleh gejolak pelepasan hasrat tanpa batas.

TAREKAT sendiri artinya adalah jalan, upaya untuk bersungguh dalam mengamalkan Islam, dan menjadi muslim yang baik. Menurut terminologinya, tarekat berasal dari kata ‘thoriqoh’, bentuk jamak dari ‘thoroiq’ yang berarti ‘jalan’, ‘cara’ atau ‘metode’. Jika dipilah dari sudut keilmuan, Islam memiliki beberapa unsur di antaranya, hukum, astronomi, geologi, kelautan, hati, dan lain sebagainya. Ilmu mengenai hati disebut tasawuf, ilmu ini bertujuan untuk melatih hati (qalb) agar dapat menjadi manusia yang mulia. 

Ada 40 tarekat yang disepakati oleh ulama sebagai tarekat yang ‘mu’tabar’ memiliki jalur keilmuan yang bersambung ke Nabi Muhammad SAW. Tarekat Naqshbandi adalah satu di antara tarekat yang mu'tabar. Nama Naqshbandi diambil dari nama pendiri tarekat ini yaitu Syaikh Bahauddin an Naqsbandi Bukhori, seorang alim yang terlahir di desa  Qasrel Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara, Asia Tengah. Jalur keilmuan tarekat ini bersambung kepada Rasulullah melalui sahabat beliau Sayyidina Abu Bakr as Shiddiq RA. 

Tarekat Naqshbandi Haqqani (selanjutnya disebut Haqqani) adalah cabang dari jalur keilmuan Naqsbandi. Setiap tarekat dipimpin oleh Mursyid, yaitu seorang alim yang memegang otoritas untuk membimbing murid. Mursyid Naqshbandi Haqqani adalah Syaikh Muhammad Nadzim al Qubrusi Haqqani QS. Tokoh sufi ini dilahirkan tahun 1922 di Larnaca, Cyprus dan saat ini menetap di Cyprus. 

Murid Syaikh Nadzim tersebar di banyak belahan dunia seperti Inggris, Amerika, Australia, Timur Tengah, Amerika Latin, Asia dan lainnya. Haqqani masuk ke Indonesia pada tahun 1997 melalui kunjungan khalifah (wakil) Syaikh Nadzim yang bernama Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani. Semenjak itu tarekat ini berkembang hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Saat ini tercatat 89 zawiyah (pusat kegiatan tarekat) di Indonesia. Satu di antara tokoh yang menyebarkan tarekat ini adalah Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani, ulama yang lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren di Jombang.

Zawiyah Haqqani Yogyakarta berdiri sejak 2006 lalu atas prakarsa seorang bernama Satrio Nugroho, dan diresmikan oleh Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani. Sebelumnya zawiyah bertempat di kawasan Sardonoharjo, Sleman, dan kemudian pindah ke daerah Maguwoharjo, Sleman di kediaman Muhammad Darul Trimadyanto. Menurut Joko Sulistio, pegiat tarekat ini, Zawiyah merupakan tempat yang digunakan oleh murid-murid untuk berkumpul. Mereka berkumpul dalam sebuah kebersamaan dalam rangka bersungguh menjalani Islam melalui tarekat. 

“Jadi keberadaan zawiyah menjadi hal yang penting, ini juga yang menggerakan hati Pak Satrio untuk menyediakan rumah tinggalnya sebagai zawiyah,” ucap Joko kepada Tribun Jogja beberapa waktu lalu. 

Joko berujar bahwa tidak ada informasi yang valid tentang jumlah persis dari jamaah Haqqani di Yogyakarta. Menurutnya, jamaah tarekat ini berasal dari latar belakang yang sangat beragam, mulai dari ekonomi lemah, kuat, pendidikan formal, tinggi, rendah, yang masih lajang, sudah menikah, orang tua, anak muda, dan sebagainya. 

“Tapi memang yang terbanyak dari kalangan akademisi, mahasiswa dan dosen, sebagaimana terciri dari gelar Yogyakarta kota pendidikan,” tambah pria yang juga aktif sebagai dosen di UII ini.

Karena latar belakangnya yang beragam, maka tujuan para jamaah pun awalnya beragam. “Allah dan Rasul-Nya memanggil kita dengan banyak cara dan sebab, namun setelah berjalan beberapa saat, jamaah memiliki tujuan yang lebih kurang sama, yaitu bersungguh dalam Islam,” jelas Joko.

Setiap Kamis malam, Zawiyah Haqqani Yogyakarta memiliki kegiatan rutin, yaitu berdzikir.  Kemudian setiap Sabtu Legi diadakan pembacaan Maulid Burdah. Secara pribadi, anggota jamaah ini juga aktif bergabung di majelis dzikr dan ta'lim lainnya. Selain itu, Zawiyah Yogyakarta juga pernah menjadi Organizing Commetee Dzikr Akbar bersama dengan Syaikh Hisyam Kabbani dan Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf.  

Joko menjelaskan bahwa jamaah Tarekat Haqqani bukan merupakan ormas, ataupun bentuk organisasi formal lainnya. Menurutnya, sebagaimana Islam itu sendiri yang tidak eksklusif maka, jamaah inipun demikian. 

“Bagi saudara-saudara yang berkenan untuk berusaha menjalani Islam dengan sungguh, dapat bergabung dengan kami pada kegiatan-kegiatan rutin kami seperti, majelis dzikr di Kamis malam atau di Sabtu Legi,” serunya.

Di kota lainnya, zawiyah Haqqani memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Faktor kebiasaan lokal memang cukup mewarnai zawiyah di masing-masing daerah. Di Jakarta, tercatat ada 10 zawiyah yang tersebar. Menurut Joko, Jamaah Haqqani di Jakarta dan Solo menarik banyak jamaah melalui tarian sufi whirling dervish yang dikembangkan ulama sufi Syaikh Jalaludin Rumi. Sedangkan zawiyah yang berada di Jawa Timur akrab dengan tradisi pengajaran khas pondok pesantren tradisional. 

“Keragaman ini patut disyukuri karena merupakan rahmat dari Allah SWT, sebagaimana keragaman yang ada di dunia,” ujarnya kemudian tersenyum. 

Penulis : Riezky Andhika Pradana     ||     Editor : Hanan Wiyoko
Sumber : Tribunjogja.com

Levitasi, Fotografi untuk Bersenang-senang

PERNAHKAH mendegar istilah levitasi? Nama ini kini semakin populer terutama di kalangan pecinta fotografi. Levitasi adalah teknik fotografi yang membuat sesuatu atau seseorang tampak seolah-olah melayang tanpa menggunakan alat bantu.

Foto levitasi ini berbeda dengan teknik jump shot, levitasi dilakukan oleh model yang melompat dan berpose sehingga seolah-olah ia tampak melayang. Sedangkan teknik jump shot objeknya memang terlihat melompat bukan melayang.

Di Yogyakarta kini ada sekumpulan insan-insan kreatif yang kemudian membentuk komunitas levitasi. Komunitas yang bernama Levitasi Hore Jogja ini adalah regional dari induk komunitas yaitu Levitasi Hore pusat di Jakarta.

Komunitas ini awal dibentuknya dari twitter, kemudian mengumpulkan orang-orang yang memiliki passion yang sama, dan mengadakan kopdar. Siapapun yang mempunyai ketertarikan dengan fotografi levitasi, baik sebagai fotografer, maupun sebagai model bisa saja bergabung dengan komunitas ini.

Levitasi Hore Jogja yang mempunyai akun @LevitasiHoreJGJ ini resmi berdiri pada 2 April 2012. Karena penggemar levitasi dari kota lain, khususnya Yogyakarta tidak mungkin mengikuti setiap saat kegiatan di Jakarta, maka Afrizal Hosen berinisiatif mendirikan Levitasi Hore Region Jogja.

Setelah dibentuk, Afrizal dan beberapa temannya termasuk Aan Faizin dan Yuda Rasyadian mengadakan kumpul-kumpul untuk pertama kalinya bersama di Benteng Vrederburg.

Levitasi Hore adalah komunitas yang tidak terlalu serius hanya membahas teknis fotografi. Mereka lebih mengutamakan bagaimana bisa saling berbagi bagaimana cara membuat foto levitasi dengan fun. "Karena Hore adalah fun, artinya sama dengan bersenang-senang," ungkap Afrizal.

Hingga kini, yang aktif dan antusias membuat foto levitasi, dan mengikuti kopdar dan photowalk sekitar 30-50 orang. Latar belakang anggota komunitas ini juga beragam, ada yang dari siswa SD, SMP, SMA, mahasiswa, dosen, pekerja, freelance fotografer, dan sebagainya.

Ada dua kegiatan rutin yang mereka adakan setiap bulan. Yang pertama #kopdar di markas mereka yang terletak di Amor Cafe, Gang Wora-wari, Jalan Affandi, Gejayan. Di kopdar ini, para anggota bisa sharing tentang ide-ide, tehniki, dan konsep levitasi. Selain itu juga bisa sharing tentang kamera dan peralatanya, informasi tempat, model, dan lain sebagainya.

Yang kedua adalah Photowalk, kegiatan hunting bersama para anggota. Kegiatan ini diadakan di tempat yang berbeda-beda setiap bulannya. "Kami juga menggandeng komunitas lain untuk photowalk, selain menjalin keakraban dengan mereka, juga sekaligus mempromosikan fotografi Levitasi," ujar Afrizal.

Menurutnya, yang harus diperhatikan ketika membuat levitasi adalah arah kaki ketika melompat, untuk terlihat melayang natural, sebaiknya kaki hanya dilipat sekitar 45 derajat kebelakang, selain itu ekspresi muka, tangan dan anggota tubuh lainnya harus se-natural mungkin dan tetap seperti melakukan aktifitas yg sedang dilakukan.

Fotografi levitasi dapat diaplikasikan dengan konsep apapun, dengan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Cukup dengan ketertarikan dengan levitasi untuk bergabung dengan komunitas ini. Follow twitter mereka di @LevitasiHoreJGJ, dan silakan datang ketika kopdar ataupun photowalk, dan submit foto ke www.levitasihore.net apabila sudah berhasil membuat foto levitasinya.

Afrizal mengatakan bahwa semua orang bisa melakukan teknik foto ini, meskipun hanya berbekal kamera ponsel, dan siapapun bisa jadi model foto levitasi asal tahu triknya.

Yang membedakan Levitasi Hore Jogja dengan komunitas levitasi region lainnya terletak pada visinya, yaitu membuat foto levitasi yang bertema "Jogja". "Jadi bukan sekedar foto levitasi, tetapi sambil mengangkat tempat wisata, budaya, tradisi, yang hanya ada di Jogja," ujarnya.
Kedepannya, komunitas ini ingin membuat pameran karya-karya foto levitasi dari anggotanya. "Kami juga ingin suatu saat bisa menginvasi regional lain untuk mengadakan photowalk bersama," kata Afrizal. (rap)

Contact:
Twitter : @LevitasiHoreJGJ
Facebook: LevitasiHore Jogja
Facebook Group : LevitasiHoreJGJ
Website : www.levitasihore.net
Basecamp: Amor café, Jalan Affandi (gejayan), gang wora-wari (083840709087) twitter : @AMORcafe_
CP:
Afrizal Hosen 087837922777
Ikhsan 083168131069

Sumber : jogja.tribunnews.com
 
jos