Berita Terbaru :
Home » » MIE LETHEK TAK SE-LETHEK RASANYA

MIE LETHEK TAK SE-LETHEK RASANYA

Redaksi | Kamis, 22 November 2012 | dJogja info

A. Sepintas
Kelezatan suatu makanan tidak harus selalu diukur dari bentuk fisik atau teksturnya. Ada banyak makanan khas di Indonesia yang memiliki penampilan kurang menarik, tetapi memiliki rasa istimewa. Salah satunya adalah Mie Lethek dari Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Mie Lethek atau biasa disebut Mie Bendo ini merupakan makanan khas masyarakat Bantul yang dibuat dari bahan dasar tepung tapioka dan campuran tepung singkong. Lethek (dibaca seperti menyebut kata “empat”) adalah bahasa Jawa yang berarti kotor.

Sesuai dengan namanya, Mie Lethek pun terlihat kusam dan butek (keruh). Warna Mie Lethek lebih gelap dibandingkan dengan mie pada umumnya. Warna kusam dan gelap pada Mie Lethek muncul dari proses produksinya yang benar-benar alami dan diolah secara tradisional. Dikatakan alami karena mie ini tidak menggunakan bahan pemutih, pewarna, atau zat pengawet. Secara fisik, Mie Lethek mirip dengan mie so’un atau mie bihun, namun ukuran Mie Lethek lebih tebal dan bertekstur lebih kenyal.

Salah satu pembuat Mie Lethek yang hingga saat ini masih bertahan adalah keluarga Yasir Feri Ismatrada, warga Dusun Bendo, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Keahlian Yasir membuat Mie Lethek diwarisi secara turun-temurun dari neneknya, seorang keturunan Tionghoa. Nenek Yasir mulai merintis usaha ini sejak tahun 1940-an. Ketika itu, Nenek Yasir adalah salah seorang keturunan Tionghoa yang selamat dari penggusuran dan pengusiran terhadap etnis Tionghoa di daerah Pecinan Srandakan, Bantul.

Usai penggusuran, Nenek Yasir memulai usaha membuat mie. Untuk bersaing dengan usaha serupa yang sudah ada, Nenek Yasir mencoba menggunakan bahan dasar dari singkong. Mie buatan Nenek Yasir yang kini dikenal sebagai Mie Lethek ternyata enak dan banyak diminati oleh warga sekitar. Namun, usaha tersebut sempat berhenti pada 1982 akibat kekurangan modal.

Pada 2002, Yasir membangkitkan kembali usaha neneknya hingga berkembang seperti sekarang. Dalam sebulan, Yasir mampu memproduksi sekitar 10 ton Mie Lethek. Untuk mendapatkan 10 ton Mie Lethek, Yasir membutuhkan bahan dasar sekitar 10,5 ton tepung tapioka dan 20 ton tepung singkong. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari para petani lokal di Bantul dan sebagian dipasok dari daerah lain.

Hingga saat ini, Mie Lethek produksi Yasir banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha kuliner untuk bahan dasar utama membuat aneka masakan mie, seperti mie rebus dan mie goreng. Olahan bumbu-bumbu khas membuat Mie Lethek ini menjadi salah satu sajian kuliner istimewa di daerah Bantul. Mie Lethek tidak hanya digemari oleh masyarakat Bantul, tetapi juga para wisatawan dari luar daerah. Bahkan, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono sudah menjadi pelanggan tetap Yasir. Setiap bulan, Yasir harus mengirim 50 kilogram Mie Lethek ke Departemen Pertanian untuk disalurkan ke kediaman presiden di Cikeas, Bogor`.

B. Keistimewaan
Mie Lethek dapat diolah menjadi dua jenis masakan mie, yaitu mie rebus dan mie goreng. Mie Lethek rebus memiliki citarasa segar karena kehadiran kuahnya dengan sensasi rasa pedas. Mie rebus ini semakin terasa nikmat karena diberi tambahan bahan pelengkap, seperti suwiran daging ayam, telur rebus, daun seledri, dan bawang goreng. Sementara untuk masakan Mie Lethek goreng memiliki citarasa yang lebih gurih dan manis karena menggunakan kecap manis dan kemiri ditambah dengan irisan ketimun, tomat, dan kubis.

Mie Lethek dipilih oleh para pengusaha kuliner sebagai bahan dasar untuk aneka masakan mie karena citarasanya yang khas dan spesial. Rasa khas itu tentu saja muncul dari bahan dasar yang menggunakan singkong. Selain itu, tekstur mie ini lebih kenyal dibandingkan dengan mie berbahan dasar gandum. Resapan bumbu pada mie ini juga lebih merata sehingga kelezatannya akan lebih terasa di lidah.

Selain memiliki citarasa yang khas, Mie Lethek dari tepung singkong ini termasuk makanan bergizi tinggi. Mie ini juga dibuat secara higienis dan telah memperoleh sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Proses pembuatan Mie Lethek juga memiliki keunikan tersendiri karena diolah dengan menggunakan sapi.

Proses pembuatan Mie Lethek dimulai dari tahap persiapan bahan, yakni tepung tapioka dan tepung singkong, serta persiapan peralatan berupa mesin pres mie, oven, silinder sapi untuk mengaduk adonan, dan penjemuran. Setelah bahan dan peralatan siap, adonan mie dicampur dan diaduk hingga merata dengan menggunakan silinder yang digerakkan oleh tenaga sapi. Selanjutnya, adonan mie dikukus di dalam tungku besar lalu diaduk untuk mengatur kadar airnya. Setelah itu, mie dipotong-potong dengan menggunakan alat pres sehingga menghasilkan mie yang berbentuk bulat kecil dan panjang. Proses berikutnya, Mie Lethek didinginkan selama satu malam lalu diurai dan kemudian dijemur di bawah terik matahari hingga kering. Terakhir, Mie Lethek dikemas dalam plastik dan siap dipasarkan.

C. Lokasi
Mie Lethek terdiri dari 2 jenis, yaitu Mie Lethek mentah dalam bentuk kemasan dan Mie Lethek siap saji. Mie Lethek mentah dapat Anda peroleh di pasar-pasar tradisional maupun swalayan di sekitar Bantul atau Anda bisa datang langsung ke pabriknya di Dusun Bendo, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sementara Mie Lethek siap saji dapat Anda nikmati di warung-warung mie di daerah Srandakan, khususnya di sekitar Pasar Srandakan.

D. Harga
Mie Lethek mentah dibandrol dengan harga Rp. 8.000,00/kilogram dan Rp. 43.000,00/pack isi 5 kilogram. Sementara Mie Lethek siap saji dijual dengan harga Rp. 5.000,00 – Rp. 7.000,00/porsi (tahun 2011). 

Sumber : jogjatrip.com
Share this post :
Comments
1 Comments

+ komentar + 1 komentar

Sabtu, 22 Desember 2012 pukul 17.28.00 WIB

Jangan dilihat dari letheknya, tapi rasanya... Jogja istimewa... :) maknyus

Posting Komentar