Berita Terbaru :
Home » » Pemkab Sleman Keruk Rp 500 Juta Per Bulan

Pemkab Sleman Keruk Rp 500 Juta Per Bulan

Redaksi | Selasa, 31 Juli 2012 | dJogja info

Berebut Berkah Pasir Merapi
SLEMAN - Pengerukan pasir di sejumlah sungai yang berhulu di Gunung Merapi memang diizinkan Pemerintah Kabupaten setempat. Dalih yang tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Sleman No 284 tahun 2011, penambangan itu diharapkan mempercepat normalisasi sungai setelah erupsi.
Pada Selasa (31/7/2012) hari ini, kebijakan normaliasasi sungai itu sudah habis masa berlakunya. Jika pemerintah desa ingin melakukan normaliasasi, harus mengajukan permohonan lagi sebelum 31 Juli. Hingga kemarin, yang mengajukan hanya Pemerintah Desa Kepuharjo.

Kepala Bidang Pertambangan Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral (SDAEM) Kabupaten Sleman, Purwanto, mengatakan, di Kepuharjo tumpukan material vulkanik masih besar, sehingga masih dibutuhkan normalisasi.

"Tetapi kami lakukan verifikasi, apakah daerah tersebut masih bisa dilakukan normaliasasi atau tidak. Sebab jika tanpa verifikasi, tidak tahunya sudah tak banyak tumpukan material erupsi, maka bisa menganggu keberadaan tanggul," katanya.
Selain melakukan verivikasi terhadap kondisi sungai, Pemkab Sleman juga mengawasi waktu penambangan. Sesuai SK Bupati, penambangan hanya berlangsung pukul 04.00 hingga 19.00.

Berdasarakn beberapa pertimbangan itu, pada periode awal, ada beberapa desa yang ditunjuk untuk mengelolah penambangan pasir Merapi, utamanya desa-desa yang berada di bantaran sungai yang berhulu di di Puncak Merapi.
Sejumlah desa yang mendapatkan izin melakukan penambangan untuk normalisasi, diminta mengelolah pungutan retribusi angkutan. Sesuai Peraturan No 37 tahun 2011, retribusi angkutan material dibedakan tiga, yakni untuk truk pengangkut pasir karkal dikenakan Rp15.000, truk pengangkut batu berukuran sedang Rp 7.500 dan truk pengangkut batu berukuran besar Rp 24.000.

Dari hasil pemungutan itu, Sebagian uang itu, disetorkan ke Pemkab. Kepala Bidang Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapatan Dearah Kabupaten Sleman, Haris Sutarta, mengatakan, biasanya pemerintah desa menyetrokannya ke Pemkab sehari sekali, atau seminggu sekali atau dua minggu sekali.
Hingga 24 Juli, pendapatan yang masuk dari retribusi normalisasi sungai mencapai Rp 3,6 miliar lebih. Pemasukan itu antara lain dari desa Kepuharjo, Agromulyo, Glagaharjo, Mardikorejo, Wukirsari dan Hargobinangun. Dengan demikian, rata-rata pendapatan Pemkab Slemen per bulan lebih dari Rp 500 juta.
"Jumlah yang disetorkan ke Pemkab tak sama, tergantung dari hasil di lapangan. Kami juga tidak ada target pendapatan bulanan. Namun dalam satu tahun kami tergetkan ada Rp 5 miliar," kata Haris.

Dengan sisa waktu enam bulan sampai Desember 2012, Haris optimistis, target Rp 5 miliar itu bisa didapat. "Semoga targetnya tercapai," tambanya.
Sementara itu, Kabid Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemkab Klaten, Andrainto, mengatakan, pihaknya memberlakukan pajak bagi truk galian C yang melalui Klaten.

"Kalau tidak ada yang membawa bukti pajak dari Sleman, kami pungut. Kalau membawa, tidak bisa dipungut," ucapnya.
Dijelaskan, target PAD dari retribusi galian C pada tahun ini diturunkan. Sebab, mayoritas pengambilan pasir Merapi di kawasan Sleman. Sehingga yang memungut retribusi juga dari Kabupaten Sleman.
"Pada 2012 ini kami menargetkar Rp 1,2 miliar, tapi terpaksa diubah menjadi Rp 620 juta pada perubahan anggaran tahun ini. Kami menghitungnya secara rata-rata dari Januari hingga bulan ini hasilnya menyedihkan," jelasnya, tanpa merinci pendapatan yang diperoleh hingga Juli.

Kabupaten Klaten memiliki tiga pos sebagai tempat pemungutan retribusi pada jalur perlintasan truk galian C. Pos-pos itu terletak di Desa Jiwa (Kecamatan Karangnongko), Dukuh Mipitan (Desa Somokaton, KecamatanKarangnongko), dan Desa Ngedo (Kecamatan Jogonalan).
Untuk mengoptimalkan pendapatan, Pemkab Sleman dan Klaten, berulang kali melakukan razia truk, utamanya untuk menertibkan jumlah muatan. "Saat razia, rata-rata kami menilang sekitar 30 truk. Biasanya mereka melebihi batasan opersional normaliasasi dan muatan tonase," ujar Kepala Bidang Pertambangan Dinas SDAEM Sleman, Purwanto.

Meski sudah selalu ada 30 truk yang bisa diamankan, namun razia yang selama ini dilakukan dirasa tidak efektif. Sebab, jika ada sopir truk yang kena tilang, dia akan memberikan informasi kepada temanya. Wal hasil, banyak truk menunggu petugas bubar baru melintas.
"Petugas kesulitan menindak, karena kucing-kucingan dengan sopir truk," ungkap Kepala Bidang Lalu Lintas Dishubkominfo Kabupaten Sleman, Sulton Fahtoni. (jogja.tribunnews.com)
Share this post :
Comments
0 Comments

Posting Komentar